PP KAMMI Kritik Revisi UU Minerba

Share link

DPR RI resmi menyepakati Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi usul inisiatif DPR, pada Kamis (23/1/2025).

Revisi UU Minerba memunculkan beberapa isu seperti pemberian prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan, Perguruan Tinggi, dan Usaha Kecil Menengah (UKM), serta pemberian prioritas mendapatkan IUPK untuk Badan Usaha Milik Ormas Keagamaan tersebut.

M Amri Akbar Sekretaris Jenderal PP KAMMI, menilai pemberian IUP kepada Ormas tidak menjadi persoalan dengan catatan dapat dikelolah dengan bertanggung jawab. Namun Amri memberikan kritik jika Perguruan Tinggi juga dilibatkan dalam pengelolaan tambang. Menurutnya, melibatkan kampus sebagai upaya pemerintah dan DPR meredam sikap kritis dari kampus.

“Penawaran ini bisa jadi upaya untuk meredam sikap kritis dari kampus. Pihak kampus juga jangan mau tergiur dengan jebakan ini,” katanya.

Menurut Amri, pengelolaan tambang sebaiknya tidak melibatkan Perguruan Tinggi. Seharusnya kampus tetap fokus menjadi lembaga pendidikan yang mempersiapkan SDM berkualitas.

“Ini bukan suatu terobosan, tapi ini merupakan langkah mundur. Langkah dan upaya melepas diri dari tanggung jawab terhadap cita-cita kemerdekaan. Perguruan tinggi harus tetap fokus menjadi lembaga pendidikan yang semua kebutuhannya negara yang memenuhi, bukan dilepas untuk mencari pendanaan dan berubah menjadi lembaga komersil. Ini sangat bertentangan dengan cita – cita kemerdekaan,” terang M Amri Akbar.

Arsandi Katua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, mengungkapkan revisi UU Minerba yang menjadi polemik saat ini untuk mengakomodir Ormas dalam pengelolaan tambang. Sebab aturan PP No 25/2024 yang memberikan IUPK kepada Ormas bertentangan dengan UU Minerba. Di mana prioritas Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hanya diberikan kepada BUMN/BUMD. Sementara untuk badan usaha swasta diberikan IUPK dilakukan melalui proses lelang.

“Dalam UU Minerba tidak ada kewenangan IUP kepada Ormas. Jadi sebetulnya sejak awal PP 25/2024 kemarin bertabrakan dengan aturan Undang-Undang. Makanya dikebut revisi UU Minerba,” ujarnya.

Arsandi juga protes pembahasan RUU Minerba yang dinilainya ugal-ugalan dan mengabaikan partisipasi publik.

“RUU Minerba ini dibahas secara ugal-ugalan, tidak transparan, dan mengabaikan partisipasi publik. Bahkan anggota DPR sendiri yang mengungkapkan, naskah akademik dari RUU tersebut baru mereka dapatkan 30 menit sebelum rapat dimulai. Jadi publik kan bertanya-tanya ada kepentingan apa dibalik RUU Minerba ini? terlebih RUU Minerba tidak termasuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2025,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *